Hukum Sholat Sunnah Sambil Duduk
Sumber : FIQIH 'AQIDAH
Hukum Sholat Sunnah Sambil Duduk
SOAL :
Assalamu'alaikum wr.wb.
Di kampung saya ada sebagian orang melakukan sholat sunat dengan duduk padahal dia melakukan sholat wajib dengan berdiri dan masih sehat dan kuat berdiri. mereka melakukan sholat sunat dengan duduk ketika sholat sunat saja. apa hukumnya? terima kasih.
JAWAB:
Wa'alaikumussalamu warahmatullahi wabarakatuh
Berdiri, khususnya pada shalat fardhu/wajib adalah sebuah keharusan yang disepakati oleh para ulama sbgaimna d sibutkan dlm kitab (Al-Majmu’: 3/258). Dalam kondisi apapun jika masih memungkinkan untuk berdiri maka berdiri dalam shalat fardhu itu wajib hukumnya, berdasarkan firman Allah swt:
وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
“Dan berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu” (QS. Al-Baqarah: 238)
Juga hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh sahabat Imran bin Hushain:
روى عمران ابن الحصين رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم قال " صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لم تستطع فعلي جنب "
Imran bi Hushain ra. meriwayatkan, bahwa nabi Muhammad saw bersabda: “Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu shalatlah dengan duduk, jika tidak mampu shalatlah dengan berbaring” (HR. Bukhari).
__________________________
Berbeda dengan pelaksaan shalat sunnah, dimana hukumnya boleh dikerjakan dengan duduk walaupun sebenarnya mampu untuk berdiri, karena Rasulullah saw sering melaksanakan shalat sunnah diatas kendarannya (onta) dan beliau shalatnya dengan duduk. Hanya saja berdiri tetap lebih utama jika masih mampu untuk berdiri. Namun bagi mereka yang sudah berumur atau sedang dalam kedaan sakit, maka kewajiban berdiri pada shalat wajib hukumnya gugur, sehingga shalat fardhu tersebut sah jika dikerjakan degan duduk atau beraring.
Akan tetapi shalat sunnah yang sengaja dilakukan duduk padahal masih mampu berdiri akan mendapat setengah dari pahala berdiri,
Referensi:
Zaynuddin al-Malibari dalam Fathul Mu’in mengatakan:
فيجوز له أن يصلي النفل قاعدا ومضطجا مع القدرة على القيام أو القعود، ويلزم المضطجع القعود للركوع والسجود، أما مستلقيا فلا يصح مع إمكان الاضطجاع
“Shalat sunnah sambil duduk dan berbaring dibolehkan walaupun mampu berdiri dan duduk. Akan tetapi, bagi orang yang berbaring diharuskan duduk ketika ruku’ dan sujud. Adapun shalat sunnah dalam kondisi tidur terlentang dihukumi tidak sah bila masih sanggup berbaring”
Berdasarkan penjelasan penulis Fathul Mu’in di atas, shalat sunnah dibolehkan sambil duduk dan berbaring, meskipun mampu berdiri dan duduk. Dengan demikian, kewajiban berdiri tidak berlaku pada shalat sunnah dan hanya berlaku untuk shalat wajib. Akan tetapi, shalat sunnah tidak boleh dilakukan sambil tidur telentang bila masih sanggup berdiri dan duduk.
Namun perlu diingat, terkadang nilai dari sebuah amalan diukur berdasarkan tingkat kesulitan yang dihadapi saat mengerjakan amalan tersebut. Semakin sulit dan susah, semakin besar ganjaran yang diperoleh. Shalat dalam keadaan berdiri tentu lebih berat dan sulit dibanding shalat sambil duduk.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallâhu 'alahi wa sallam bersabda :
مَنْ صَلَّى قَائِماً فَهُوَ أَفْضَلُ، وَمَنْ صَلَّى قَاعِداً فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَائِمِ، وَمَنْ صَلَّى نَائِماً فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَاعِدِ
Barangsiapa shalat dengan berdiri, maka itulah shalat yang paling utama, sedangkan seseorang yang shalat dengan duduk, maka pahalanya setengah dari pahala orang yang shalat dengan berdiri. Dan barangsiapa shalat dengan berbaring, maka pahalanya setengah dari pahala orang yang shalat dengan duduk. (HR Bukhari, Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)_
Ketika menjelaskan hadits di atas, Imam Nawawi berkata :
وَهذَا الْحَدِيْثُ مَحْمُوْلٌ عَلَى صَلاَةِ النَّفْلِ قَاعِداً مَعَ الْقُدْرَةِ عَلَى الْقِيَامِ فَهذَا لَهُ نِصْفُ ثَوَابِ الْقَائِمِ، وَأَمَّا إِذَا صَلَّى النَّفْلَ قَاعِداً لِعَجْزِهِ عَنِ الْقِيَامِ فَلاَ يَنْقُصُ ثَوَابُهُ بَلْ يَكُوْنُ كَثَوَابِهِ قَائِماً، وَأَمَّا الْفَرْضُ فَإِنَّ الصَّلاَةَ قَاعِداً مَعَ قُدْرَتِهِ عَلَى الْقِيَامِ لَمْ يَصِحَّ فَلاَ يَكُوْنُ فِيْهِ ثَوَابٌ بَلْ يَأْثَمُ بِهِ
Hadits ini ditujukan untuk shalat Sunnah yang dilakukan dengan duduk sedangkan ia sebenarnya mampu untuk berdiri, sehingga ia hanya mendapatkan pahala setengah pahala orang yang shalat Sunnahnya dengan berdiri.
Adapun seseorang yang shalat Sunnah dengan duduk karena ia tidak mampu berdiri, maka pahalanya tidak berkurang, ia akan mendapatkan pahala sama dengan orang yang shalat Sunnah dengan berdiri.
Sedangkan seseorang yang shalat wajib dengan duduk padahal ia mampu berdiri, maka shalatnya tidak sah, ia tidak mendapatkan pahala, bahkan ia berdosa.
Lihat Yahyâ bin Syaraf An-Nawawî, Syarhul Muslim, Dârul Fikr, Juz.6, hal.8)
__________________________
Tambahan
Bolehkan Orang Hamil Sholatnya Duduk Karena Ada Kesulitan?
Sudah menjadi ijma’ ulama' bahwa bagi siapa saja yang tidak mampu berdiri untuk melaksanakan shalat fardhu maka dilakukan dengan duduk dan tidak perlu mengulanginya lagi dan Pahala dari sholat dengan posisi duduk tersebut tidak berkurang dari pahala shalat dengan posisi berdiri di sebabkan adanya udzur .
Dan di dalam shalat dengan posisi duduk tidak disyaratkan harus benar-benar tidak mampu berdiri, dan juga tidak cukup hanya dengan merasa kesulitan pada tingkatan yang paling rendah, akan tetapi yang menjadi patokan adalah kesulitan yang nampak jelas, jika dia merasa khawatir akan mengalami kesulitan yang parah atau akan bertambah sakit, atau yang serupa dengannya maka dia boleh melaksanakan shalat dengan posisi duduk .
Kesimpulannya : Bahwa wanita yang dalam kondisi hamil besar yang menyulitkan (مشقة) baginya atau bahkan menyebabkan ia sakit (زيادة مرض) jika sholat dengan posisi berdiri maka baginya boleh melaksanakan sholat dengan posisi duduk .
المجموع شرح المهذب ؛
أجمعت الأمة على أن من عجز عن القيام في الفريضة صلاها قاعدا ولا إعادة عليه , قال أصحابنا : ولا ينقص ثوابه عن ثوابه في حال القيام , لأنه معذور , وقد ثبت في صحيح البخاري أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ( إذا مرض العبد أو سافر كتب له ما كان يعمل صحيحا مقيما ) . قال أصحابنا : ولا يشترط في العجز أن لا يتأتّى القيام ، ولا يكفي أدنى مشقة ، بل المعتبر المشقة الظاهرة ، فإذا خاف مشقة شديدة أو زيادة مرض أو نحو ذلك أو خاف راكب السفينة الغرق أو دوران الرأس صلى قاعدا ولا إعادة " انتهى
Wallahu A'lamu bisshowab.
Penanggung jawab:
@ummi/ امي دندازهيرة
Perumus dan mujawwib:
@Ust khosiyanto spdi
@ust Aby Abd Hady
@Ustadz M . Hasyiem Ritonga spd
@Ustad عاشق العلماء
@ustd Ishadi dan Tim Admin yg lainnya.
Komentar